Good
News is Bad News
Bagaimana
kriteria berita para jurnalis dalam menyampaikan berita? Apakah sudah Good news is good ways? atau masih cara
primitif Bad news is good news? istilah
Bad news is good news mungkin tidak asing untuk di dengar. Apalagi didunia
jurnalistik, sudah menjadi berita wajib bagi kuli tinta atau yang biasa disebut
wartawan dalam menjadi berita. Demi mencari rupiah para kuli tinta ini rela
mengangungkan istilah ini.
Masyarakat
banyak di sajikan berita-berita negatif. Secara tidak langsung akan
mempengaruhi mindset atau pola pikir masyarakat. Karena media massa terutama
berita merupakan objek pandangan masyarakat pada pemikiran dan tingkah laku.
Akibat dari Bad news is good news, kebrobokan negara yang tidak henti-hentinya
akan terjadi. Karena pemberitaan negatif dari publik
figur maupun penjabat seperti korupsi, skandal Kejaksaan Agung, heboh Blue energy Joko Suprapto.
Dari
kasus-kasus diatas bisa menurunkan rasa nasionalisme bagi generasi muda, karena
tidak adanya kepercayaan dari masyarakat dan generasi muda. Bahkan yang lebih
parah lagi dari Bad news ini adalah pemberitaan kawin cerai dan perselingkuhan
yang kerap terjadi pada publik figur seperti artis menjadi tren. Fenomena kawin
cerai dan perselingkuhan ini menjadi hal biasa bagi kalangan masyarakat luas.
Dan sudah terjadi didalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dalam
penelitian Meltzoft (1998) seorang ahli psikologi mengatakan “manusia akan
terpengaruh dan mengikuti objek dari apa yang mereka lihat, dengar, dan menjadi
perhatian.”
Dapat
di artikan bahwa masyarakat akan meniru apa yang di lihat, di baca, dan di
contohkan kepada mereka. Sedangkan publik
figur seperti pejabat atau artis adalah sumber contoh bagi masyarakat luas.
Namun
hal ini bukan salah dari kuli tinta. Kuli tinta sendiri hanya melaksanakan
tugas. Sebab Pimred (Pimpinan Redaksi) menginginkan berita yang Bad news dan
aktual untuk menaikkan rating media cetak maupun media elektronik. Padahal
apabila kuli tinta dan Pimred lebih menyajikan berita Good News tidak hanya Bad
News dapat menumbuhkan kembali rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Tidak
hanya berita-berita buruk saja tetapi masih banyak berita-berita yang layak di
sajikan di media massa seperti berita yang mendidik maupun berita yang
menginspirasi bagi masyarakat. Karena masyarakat sendiri sudah jenuh dan bosan
dengan pemberitaan-pemberitaan negatif dari publik figur maupun sisi negatif
dari negara ini.
Setidaknya
media massa yang kini seolah pabrik
realitas ini, lebih bisa menyampaikan apa adanya, baik harus dinyatakan
baik, buruk harus dikatakan buruk. Menyampaikan realitas yang ada dilapangan.
Bukan menambah-nambahi atau mengurang-ngurangi fakta yang ada. Objektif, tidak
tendensius dan tentu harus independen. Walaupun sulit menemukan media massa yang
seperti itu di era kapitalisasi dan globalisasi.
Anggota
Baru LPM Spirit Mahasiswa 2014,
Universitas
Trunojoyo Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar