Minggu, 14 Juni 2015

BEDA TETAPI SAMA




BEDA TETAPI SAMA
                Tahun baru tidak lupa dengan ajaran baru. Banyak instansi pendidikan mengeluarkan peserta didik dan merekrut peserta didik baru pula. Begitu juga dengan instansi pendidikan seperti perguruan tinggi yang banyak mengeluarkan sarjana dan merekrut calon-calon sarjana, calon penerus bangsa. Seperti halnya universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang terletak di sebelah utara pulau jawa. UTM memerlukan  mahasiswa baru pula. Pada tahun ini pula UTM merekrut kira-kira 3.250 mahasiswa jalur SNMPTN, SBMPTN, dan Mandiri. Jumlah pendaftar sendiri kurang lebih 12.000 dari peserta SNMPTN di berbagai daerah.
 ”jumlah mahasiswa yang di ambil tahun ini kira-kira kurang lebih 3.250 dari 3 jalur pendaftaran.” Kata Bapak Kusman sebagai bagian Akademik BAAKPSI UTM.
            Jumlah calon mahasiswa baru ini berasal dari berbagai macam daerah. Berbagai macam agama, berbagai macam kebudayaan yang akan melebur menjadi satu di Universitas Trunojoyo Madura dan akan menyelesaikan pendidikan kurang lebih empat tahun lamanya. Mereka akan bersama-sama membangun UTM yang lebih baik dan akan bersama-sama menyelesaikan pendidikan. Melebur menjadi satu tanpa adanya perbedaan ras,suku,agama,kebudayaan, dan lain-lain.
Sebut saja Mannen Juara Ganda Siahan asal Medan,Sumatra Utara yang mengambil jurusan Teknik Elektro semester 4.  Awal mula masuk di UTM dia merasa takut dengan adat istiadat carok yang biasa di lakukan oleh masyarakat Madura. Namun setelah dijalani dia merasa biasa saja dan sama seperti apa yang ada di Sumatra utara. Menurut Mannen Juara Ganda Siahan sendiri masyarakat lokal Madura cukup baik dan ramah. Berbeda dengan apa yang di bilang oleh orang luar tentang Madura. Mannen Juara Ganda sendiri beragama Kristen. Sedangkan sebagian mahasiswa UTM beragama islam. Namun tidak ada batasan antara Mannen Juara Ganda dan mahasiswa lainnya untuk belajar dan memiliki satu tujuan yang sama, yaitu membangun UTM yang lebih baik dan maju.
Madura memang di kenal dengan caroknya. Banyak masyarakat luar beranggapan dari sisi negatifnya saja tentang Madura. Sehingga banyak masyarakat luar takut akan tinggal maupun singgah di sini. Namun faktanya banyak masyarakatnya pendatang dan berasal dari luar pulau Madura sendiri. Bahkan dari mereka ada yang sampai menikah dan mempunyai anak. Mereka hidup berdampingan tanpa adanya konflik dan deskriminasi. Mereka saling menghargai dan menghormati satu sama yang lainnya.
Bukankah perbedaan itu indah? Seperti apa yang dikatakan Mannen Juara Ganda bahwa perbedaanlah yang  membuat indah. ”disitulah saat di Madura letak perbedaan yang indah” ujar Mannen Juara Ganda. Perbedaanlah yang menyatukan. Perbedaan yang membuat kita tau apa makna dari menghargai. Perbedaan bukanlah penghalang untuk kita saling membunuh, namun dengan perbedaan yang menjadikan kekuatan bagi kita untuk berjalan berdampingan. Dengan perbedaan kita mengetahui apa yang tidak kita ketahui.  Begitu indahnya perbedaan itu.
BHINEKA TUNGGAL IKA

Rabu, 03 Juni 2015

KERASNYA KEHIDUPAN



KERASNYA KEHIDUPAN
Penderitaan dari kehidupan yang semakin hari semakin rumit bagai benang yang di gulung tanpa aturan. Bangkit, itulah yang harus di lakukan sekarang. Bangkit dari kerumitan dan penderitaan hidup.  Pernah berpikir untuk lari, namun semuanya akan kembali pada kerumitan yang akhirnya berakhir dengan penderitaan. Semua orang di dunia ini pasti pernah mengalami hal semacam itu. Mulai dari hal-hal sepele seperti tidak bahagianya seseorang yang terkadang malah menjadi  rumit dan menderita.
Kerumitan dan penderitaan yang bisa membuat seseorang untuk berniat nekat sampai bunuh diri. Hidup ini memang rumit. Kita tidak bisa meramalkan hidup kita kelak. Yang semula semua terencana, karena kerumitan hidup membuat penderitaan yang tak ada ujung. Begitu rumitnya hidup, membuat kita bertahan pada keadaan. Keadaan yang membuat kita semakin terpuruk. ”Bertahan Dari Kerumitan dan Penderitaan Adalah Revolusi” ungkapan kalimat yang tidak akan mengubah keadaan. Untuk kalangan masyarakat atas mungkin ungkapan tersebut dapat mengubah keadaan. Karena bagi mereka bertahan tidak akan menambah kerumitan dan penderitaan hidup mereka yang sudah terjamin hidupnya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah. Jika mereka bertahan hanya akan menambah kerumitan dan penderitaan hidup yang semakin sulit.
Hidup itu seperti di perkosa. Mau tak mau kita harus terpaksa untuk menjalaninya. Hidup terus berjalan, berjalan ke depan bukan berjalan di tempat maupun berjalan mundur. Jangankan berharap kebahagian hidup seperti yang dimimpikan, kebahagian mempunyai rumah, anak-anaknya bisa bersekolah, memakai pakaian bagus, dll. Mereka untuk makan pun harus melakukan penderitaan terlebih dahulu bagi orang-orang yang berada di luar sana. Mereka harus banting tulang dan kepanasan untuk mencari selembar rupiah. Selembar rupiah untuk mengisi perut mereka. Setelah itu di rumah masih ada perut-perut yang harus di isi. Anak istri sudah menunggu di rumah untuk sesuap nasi. Sedangkan harga-harga sembako mulai melambung tinggi yang tak seimbang dengan penghasilan.

Senin, 01 Juni 2015

KEBEBASAN MAHASISWA



KEBEBASAN MAHASISWA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bebas adalah lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya, sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dengan leluasa, lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dsb). Kebebasan sendiri merupakan hak untuk memilih apa yang di kehendakinya tanpa paksaan atau dorongan dari orang lain. Temasuk kehidupan mahasiswa yang bebas. Kebanyakan dari mahasiswa melancong ke luar tempat kelahirannya untuk mencari kampus-kampus elit yang ada di kota besar. Dari situlah kehidupan bebas tanpa pengawasan mulai muncul.
Kehidupan bebas sebagai mahasiswa menawarkan kesempatan untuk mempelajari informasi dan keterampilan baru, bertemu orang-orang hebat dan menemukan minat baru. Sehingga akan memunculkan ideology dan pemikiran-pemikiran yang berbeda pula. Kebebasan ini yang sering di salah artikan oleh mahasiswa. Kehidupan mahasiswa tidak akan pernah habisnya untuk di bahas. Mereka yang sudah tidak remaja lagi, pasti dapat mengurus hidup mereka sendiri. Kehidupan bebas mahasiswa ini yang sering lupa dan melenceng dari tujuannya belajar dan sebagai pengubah tatanan sosial. Tanpa disadari sikap gengsilah yang membuat mereka lupa akan perannya sebagai mahasiswa.
 Kehidupan mahasiswa sekarang yang gaya hidupnya kelas menengah ke atas yang dicirikan dengan kemampuan mengonsumsi produk dan gaya hidup modern (glamor). Suka bermain sosial media, nongkrong di cafĂ©, dll. Bahkan sampai bebas tidur dengan siapa saja hingga terjerumus ke hal-hal negatif seperti seks bebas. Sampai-sampai memakai narkoba. Contoh tentang Delapan mahasiswa Universitas Pancasila (UP) dikeluarkan karena terlibat narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) pada awal April 2014 kemarin. Semua ini lepas dari pengawasan orang tua yang jauh dari tempat mereka menuntut ilmu.
Mahasiswa sering kali digambarkan sibuk mengejar urusan cinta dengan gaya hidup yang menonjolkan tampilan fisik. Berangkat kuliah dengan penampilan yang menonjol agar dilihat keren oleh teman-temannya. Sering bolos pada jam-jam kuliah, mendengar semua yang keluar dari dosen setelah itu pulang ke kos lupa. Sibuk dengan pacaran. Tentu mahasiswa seperti apa yang dapat di banggakan jika dunianya seperti itu. Kebanyakan dari mereka akademiknya kurang. Apakah seperti ini calon penerus bangsa kita? Tidak malukah pada orang tua yang semula dari rumah niat untuk belajar namun sampai tujuan beralih sibuk bergaya?