KERASNYA
KEHIDUPAN
Penderitaan
dari kehidupan yang semakin hari semakin rumit bagai benang yang di gulung
tanpa aturan. Bangkit, itulah yang harus di lakukan sekarang. Bangkit dari
kerumitan dan penderitaan hidup. Pernah
berpikir untuk lari, namun semuanya akan kembali pada kerumitan yang akhirnya
berakhir dengan penderitaan. Semua orang di dunia ini pasti pernah mengalami
hal semacam itu. Mulai dari hal-hal sepele seperti tidak bahagianya seseorang
yang terkadang malah menjadi rumit dan
menderita.
Kerumitan
dan penderitaan yang bisa membuat seseorang untuk berniat nekat sampai bunuh
diri. Hidup ini memang rumit. Kita tidak bisa meramalkan hidup kita kelak. Yang
semula semua terencana, karena kerumitan hidup membuat penderitaan yang tak ada
ujung. Begitu rumitnya hidup, membuat kita bertahan pada keadaan. Keadaan yang
membuat kita semakin terpuruk. ”Bertahan Dari Kerumitan dan Penderitaan Adalah
Revolusi” ungkapan kalimat yang tidak akan mengubah keadaan. Untuk kalangan
masyarakat atas mungkin ungkapan tersebut dapat mengubah keadaan. Karena bagi
mereka bertahan tidak akan menambah kerumitan dan penderitaan hidup mereka yang
sudah terjamin hidupnya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah. Jika
mereka bertahan hanya akan menambah kerumitan dan penderitaan hidup yang
semakin sulit.
Hidup
itu seperti di perkosa. Mau tak mau kita harus terpaksa untuk menjalaninya.
Hidup terus berjalan, berjalan ke depan bukan berjalan di tempat maupun
berjalan mundur. Jangankan berharap kebahagian hidup seperti yang dimimpikan,
kebahagian mempunyai rumah, anak-anaknya bisa bersekolah, memakai pakaian
bagus, dll. Mereka untuk makan pun harus melakukan penderitaan terlebih dahulu
bagi orang-orang yang berada di luar sana. Mereka harus banting tulang dan
kepanasan untuk mencari selembar rupiah. Selembar rupiah untuk mengisi perut
mereka. Setelah itu di rumah masih ada perut-perut yang harus di isi. Anak
istri sudah menunggu di rumah untuk sesuap nasi. Sedangkan harga-harga sembako
mulai melambung tinggi yang tak seimbang dengan penghasilan.
Seperti
kisah nyata Siswandi yang pernah hidup dijalanan demi mempertahankan hidupnya
agar terus berjalan. Dia rela mendapat caci maki demi mendapatkan rupiah.
Hingga kisah perjalanannya di tulis dalam sebuah buku motivasi yang berjudul
”Anak Jalanan Yang Sukses Menjadi di Rektur”.
Dengan
penghasilan yang tak seberapa dan tak menentu. Kita harus memutar otak untuk
membagi lembaran rupiah yang telah di dapatkan. Padahal kebutuhan juga semakin
banyak. Kita juga membutuhkan kebutuhan lain nya. Misal saja kebutuhan primer
seperti rumah untuk berteduh dari terik martahari dan hujan. Lihat di sekitar
kita, banyak dari mereka yang masih menumpang di rumah mertua maupun mengontrak
rumah. Bagi yang mengontrak, setiap akhir bulan harus menyediakan beberapa
rupiah agar mereka dapat terus berteduh. Itu bagi yang mempunyai pekerjaan yang
bisa menghasilkan rupiah. Untuk yang hidup dijalanan dan hanya mengais sampah
di jalanan. Kolong jembatan merupakan istana yang mewah untuk mereka. Yang
terpenting dari mereka adalah rupiah untuk mengisi perut. Mengisi perut adalah
hal terpenting agar dapat terus bertahan dari kerumitan dan penderitaan hidup.
Begitu
rumitnya kehidupan. Itu masih kerumitan untuk mengisi perut. Bagaimana dengan
kerumitan pendidikan yang di jalani anak-anak mereka?. Pendidikan, bagi mereka
mungkin hanya sebuah angan-angan dan mimpi belaka. Jangankan sekolah, untuk
makan dan bertahan hidup pun harus berjuang dalam penderitaan. Banyak anak-anak
tumbuh dijalanan dengan membawa botol yang berisi beras agar bisa menghasilkan
recehan uang. Ada juga sebagian dari anak-anak ini mungkin mengenyam
pendidikan. Namun setelah jam sekolah usai anak-anak ini akan menyusuri jalanan
lagi. Dan akhirnya akan kembali mencari jalan keluar dari kerumitan mengisi perut
untuk bertahan hidup. lagi-lagi kerumitan mengisi perut.
Di
Negara kita untuk mendapatkan pendidikan yang layak masih tergolong kurang.
Daerah-daerah pelosok Indonesia masih kurang mendapat perhatian dari
pemerintah. Kualitas pendidikannya pun juga masih di bawah dengan Negara lain.
Mulai dari kurangnya sarana dan prasarana, akses untuk mengirim bantuan ke
daerah-daerah terpencil juga masih sulit. Belum lagi harga pendidikan yang
tergolong mahal di perkotaan. Hal ini membuat anak-anak turun ikut ke jalan
atau bekerja untuk membantu orang tuanya.
Kerumitan
menuntaskan pendidikan anak-anak saja masih belum usai. Sekarang di usik lagi
dengan kerumitan system pendidikan yang di bolak balik seperti telur goreng.
Belum ada satu tahun kurikulum 2013 berjalan, di kembalikan lagi ke kurikulum
tingkat satuan pendidikan 2006 atau yang sering di sebut KTSP 2006. Di
sekolah-sekolah sudah banyak yang menerapkan kurikulum 2013, sekarang di
kembalikan lagi ke kurikulum yang lama. Bukankah ini menambah kerumitan yang
terjadi di dunia pendidikan Indonesia? Apa yang terjadi dengan pendidikan kita?
Bagaimana
kerumitan pendidikan tidak terjadi, jika pemerintahannya juga begitu rumit.
Coba lihat saja, konflik demi konflik mulai terjadi sejak pemilihan presiden
jokowi. Salah satu kandidat calon presiden tidak terima dengan hasil akhir
perhitungan suara. Kemudian di lanjutkan dengan konflik komisi pemberantasan
korupsi (KPK) dengan polri. Belum tuntas dengan konflik-konflik tersebut, harga
BBM di naikkan yang kemudian di susul dengan berbagai macam kebutuhan pokok
juga melambung tinggi. Begitu banyak konflik yang terjadi di pemerintahan saat
ini.
Pemerintahan
sekarang lebih sibuk pada urusan masing-masing dari pada urusan memikirkan
rakyatnya. Presiden masih sibuk menyeleksi para
pembantunya, karena menurutnya belum bisa membuat kebijakan yang dirasakan oleh
rakyatnya secara langsung. System pemerintahan yang sekarang ini banyak di
sebut ’Negara Otopilot’ oleh media sosial. pemerintahan yang berjalan tanpa
perlu ada pemimpinnya atau pengendalinya. Di tambah dengan kasus korupsi yang
semakin banyak. Pemerintah bukannya malah membantu masyarakat bagaimana
menuntaskan kemiskinan malah sibuk mengantongi hak-hak rakyat.
Akibat
dari semakin rumitnya hidup di Negara ini. banyak masyarakat masyarakat cenderung sibuk mencari rupiah
demi memenuhi kebutuhan. kehidupan semakin kacau dan rumit, harga sembako
melambung tinggi. Sehingga membuat rakyat tidak mampu membeli. Bagaimana mereka
memperhatikan pemerintahan yang kacau seperti sekarang, mencari sesuap nasi
saja susah. Harus banting tulang terlebih dahulu. Hal seperti inilah yang
sering di manfaatkan oleh golongan-golongan tertentu untuk mencari keuntungan
seperti para koruptor.
Kita
boleh saja bertahan pada keadaan, namun di sisi lain kita harus bertindak ikut
serta mengawasi kinerja pemerintah, begitu sebaliknya, pemerintah harus justru
menunaikan kewajiban yang telah di amanatkan oleh rakyat. Jangan hanya menunggu
perubahan terjadi. Justru kita lah yang membuat perubahan tersebut agar hidup
lebih baik. Kita harus keluar dari kerumitan dan penderitaan agar revolusi
tersebut tercipta. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan merubahnya.
Bangkit
dari kerumitan dan penderitaan di mulai dari kesadaran diri sendiri. Kemudian
lingkungan di sekitar kita dan baru lingkungan yang lebih luas lagi. Indonesia
sudah puluhan tahun menderita. apakah selamanya akan terus seperti ini?. kurang
cukupkah kita menderita selama 350 tahun lebih. Kalau di biarkan seperti ini
Indonesia akan hancur dan bisa jadi dijajah lagi. Sebenarnya tanpa sadar kita
telah di jajah lagi. Mungkin salah satunya dari maraknya produk luar negeri
yang mengakibatkan produk lokal kurang di minati oleh masyarakat. Mereka lebih
memilih barang yang lebih murah. Sedangkan harga barang poduk luar negeri lebih
murah di bandingkan harga produk lokal.
Mental
anak muda juga telah di masuki dengan midset-midset ke barat-baratan. Dengan
bergaya dan hidup ala ke kinian dan meninggalkan budayanya sendiri. Dan masih
banyak lagi penjajahan yang terjadi di Negara kita tanpa kita sadari. Marilah
kita segera bangkit dari keterpurukan dan kerumitan negara ini yang membuat
penderitaan pada setiap masyarakat. Cintai produk-produk dalam negeri. Lindungi
budaya-budaya Indonesia agar tidak di ambil oleh orang-orang yang bukan menjadi
hak kebudayaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar