Rabu, 03 Juni 2015

KERASNYA KEHIDUPAN



KERASNYA KEHIDUPAN
Penderitaan dari kehidupan yang semakin hari semakin rumit bagai benang yang di gulung tanpa aturan. Bangkit, itulah yang harus di lakukan sekarang. Bangkit dari kerumitan dan penderitaan hidup.  Pernah berpikir untuk lari, namun semuanya akan kembali pada kerumitan yang akhirnya berakhir dengan penderitaan. Semua orang di dunia ini pasti pernah mengalami hal semacam itu. Mulai dari hal-hal sepele seperti tidak bahagianya seseorang yang terkadang malah menjadi  rumit dan menderita.
Kerumitan dan penderitaan yang bisa membuat seseorang untuk berniat nekat sampai bunuh diri. Hidup ini memang rumit. Kita tidak bisa meramalkan hidup kita kelak. Yang semula semua terencana, karena kerumitan hidup membuat penderitaan yang tak ada ujung. Begitu rumitnya hidup, membuat kita bertahan pada keadaan. Keadaan yang membuat kita semakin terpuruk. ”Bertahan Dari Kerumitan dan Penderitaan Adalah Revolusi” ungkapan kalimat yang tidak akan mengubah keadaan. Untuk kalangan masyarakat atas mungkin ungkapan tersebut dapat mengubah keadaan. Karena bagi mereka bertahan tidak akan menambah kerumitan dan penderitaan hidup mereka yang sudah terjamin hidupnya. Sedangkan untuk masyarakat menengah ke bawah. Jika mereka bertahan hanya akan menambah kerumitan dan penderitaan hidup yang semakin sulit.
Hidup itu seperti di perkosa. Mau tak mau kita harus terpaksa untuk menjalaninya. Hidup terus berjalan, berjalan ke depan bukan berjalan di tempat maupun berjalan mundur. Jangankan berharap kebahagian hidup seperti yang dimimpikan, kebahagian mempunyai rumah, anak-anaknya bisa bersekolah, memakai pakaian bagus, dll. Mereka untuk makan pun harus melakukan penderitaan terlebih dahulu bagi orang-orang yang berada di luar sana. Mereka harus banting tulang dan kepanasan untuk mencari selembar rupiah. Selembar rupiah untuk mengisi perut mereka. Setelah itu di rumah masih ada perut-perut yang harus di isi. Anak istri sudah menunggu di rumah untuk sesuap nasi. Sedangkan harga-harga sembako mulai melambung tinggi yang tak seimbang dengan penghasilan.
Seperti kisah nyata Siswandi yang pernah hidup dijalanan demi mempertahankan hidupnya agar terus berjalan. Dia rela mendapat caci maki demi mendapatkan rupiah. Hingga kisah perjalanannya di tulis dalam sebuah buku motivasi yang berjudul ”Anak Jalanan Yang Sukses Menjadi di Rektur”.
Dengan penghasilan yang tak seberapa dan tak menentu. Kita harus memutar otak untuk membagi lembaran rupiah yang telah di dapatkan. Padahal kebutuhan juga semakin banyak. Kita juga membutuhkan kebutuhan lain nya. Misal saja kebutuhan primer seperti rumah untuk berteduh dari terik martahari dan hujan. Lihat di sekitar kita, banyak dari mereka yang masih menumpang di rumah mertua maupun mengontrak rumah. Bagi yang mengontrak, setiap akhir bulan harus menyediakan beberapa rupiah agar mereka dapat terus berteduh. Itu bagi yang mempunyai pekerjaan yang bisa menghasilkan rupiah. Untuk yang hidup dijalanan dan hanya mengais sampah di jalanan. Kolong jembatan merupakan istana yang mewah untuk mereka. Yang terpenting dari mereka adalah rupiah untuk mengisi perut. Mengisi perut adalah hal terpenting agar dapat terus bertahan dari kerumitan dan penderitaan hidup.  
Begitu rumitnya kehidupan. Itu masih kerumitan untuk mengisi perut. Bagaimana dengan kerumitan pendidikan yang di jalani anak-anak mereka?. Pendidikan, bagi mereka mungkin hanya sebuah angan-angan dan mimpi belaka. Jangankan sekolah, untuk makan dan bertahan hidup pun harus berjuang dalam penderitaan. Banyak anak-anak tumbuh dijalanan dengan membawa botol yang berisi beras agar bisa menghasilkan recehan uang. Ada juga sebagian dari anak-anak ini mungkin mengenyam pendidikan. Namun setelah jam sekolah usai anak-anak ini akan menyusuri jalanan lagi. Dan akhirnya akan kembali mencari jalan keluar dari kerumitan mengisi perut untuk bertahan hidup. lagi-lagi kerumitan mengisi perut.
Di Negara kita untuk mendapatkan pendidikan yang layak masih tergolong kurang. Daerah-daerah pelosok Indonesia masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Kualitas pendidikannya pun juga masih di bawah dengan Negara lain. Mulai dari kurangnya sarana dan prasarana, akses untuk mengirim bantuan ke daerah-daerah terpencil juga masih sulit. Belum lagi harga pendidikan yang tergolong mahal di perkotaan. Hal ini membuat anak-anak turun ikut ke jalan atau bekerja untuk membantu orang tuanya.
Kerumitan menuntaskan pendidikan anak-anak saja masih belum usai. Sekarang di usik lagi dengan kerumitan system pendidikan yang di bolak balik seperti telur goreng. Belum ada satu tahun kurikulum 2013 berjalan, di kembalikan lagi ke kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 atau yang sering di sebut KTSP 2006. Di sekolah-sekolah sudah banyak yang menerapkan kurikulum 2013, sekarang di kembalikan lagi ke kurikulum yang lama. Bukankah ini menambah kerumitan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia? Apa yang terjadi dengan pendidikan kita?
Bagaimana kerumitan pendidikan tidak terjadi, jika pemerintahannya juga begitu rumit. Coba lihat saja, konflik demi konflik mulai terjadi sejak pemilihan presiden jokowi. Salah satu kandidat calon presiden tidak terima dengan hasil akhir perhitungan suara. Kemudian di lanjutkan dengan konflik komisi pemberantasan korupsi (KPK) dengan polri. Belum tuntas dengan konflik-konflik tersebut, harga BBM di naikkan yang kemudian di susul dengan berbagai macam kebutuhan pokok juga melambung tinggi. Begitu banyak konflik yang terjadi di pemerintahan saat ini.
Pemerintahan sekarang lebih sibuk pada urusan masing-masing dari pada urusan memikirkan rakyatnya. Presiden masih sibuk menyeleksi para pembantunya, karena menurutnya belum bisa membuat kebijakan yang dirasakan oleh rakyatnya secara langsung. System pemerintahan yang sekarang ini banyak di sebut ’Negara Otopilot’ oleh media sosial. pemerintahan yang berjalan tanpa perlu ada pemimpinnya atau pengendalinya. Di tambah dengan kasus korupsi yang semakin banyak. Pemerintah bukannya malah membantu masyarakat bagaimana menuntaskan kemiskinan malah sibuk mengantongi hak-hak rakyat.
Akibat dari semakin rumitnya hidup di Negara ini. banyak masyarakat  masyarakat cenderung sibuk mencari rupiah demi memenuhi kebutuhan. kehidupan semakin kacau dan rumit, harga sembako melambung tinggi. Sehingga membuat rakyat tidak mampu membeli. Bagaimana mereka memperhatikan pemerintahan yang kacau seperti sekarang, mencari sesuap nasi saja susah. Harus banting tulang terlebih dahulu. Hal seperti inilah yang sering di manfaatkan oleh golongan-golongan tertentu untuk mencari keuntungan seperti para koruptor.
Kita boleh saja bertahan pada keadaan, namun di sisi lain kita harus bertindak ikut serta mengawasi kinerja pemerintah, begitu sebaliknya, pemerintah harus justru menunaikan kewajiban yang telah di amanatkan oleh rakyat. Jangan hanya menunggu perubahan terjadi. Justru kita lah yang membuat perubahan tersebut agar hidup lebih baik. Kita harus keluar dari kerumitan dan penderitaan agar revolusi tersebut tercipta. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan merubahnya.
Bangkit dari kerumitan dan penderitaan di mulai dari kesadaran diri sendiri. Kemudian lingkungan di sekitar kita dan baru lingkungan yang lebih luas lagi. Indonesia sudah puluhan tahun menderita. apakah selamanya akan terus seperti ini?. kurang cukupkah kita menderita selama 350 tahun lebih. Kalau di biarkan seperti ini Indonesia akan hancur dan bisa jadi dijajah lagi. Sebenarnya tanpa sadar kita telah di jajah lagi. Mungkin salah satunya dari maraknya produk luar negeri yang mengakibatkan produk lokal kurang di minati oleh masyarakat. Mereka lebih memilih barang yang lebih murah. Sedangkan harga barang poduk luar negeri lebih murah di bandingkan harga produk lokal.
Mental anak muda juga telah di masuki dengan midset-midset ke barat-baratan. Dengan bergaya dan hidup ala ke kinian dan meninggalkan budayanya sendiri. Dan masih banyak lagi penjajahan yang terjadi di Negara kita tanpa kita sadari. Marilah kita segera bangkit dari keterpurukan dan kerumitan negara ini yang membuat penderitaan pada setiap masyarakat. Cintai produk-produk dalam negeri. Lindungi budaya-budaya Indonesia agar tidak di ambil oleh orang-orang yang bukan menjadi hak kebudayaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar